• Jelajahi

    Copyright © GLOBAL NEWS TV INDONESIA
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Logo

    Ayah MHR Protes Tidak Dilibatkan Dalam Pernikahan Putrinya, Apakah Sah Secara Hukum ???

    REDAKSI GLOBAL NEWS TV INDONESIA
    Senin, 07 April 2025, 4/07/2025 10:57:00 AM WIB Last Updated 2025-04-07T04:01:32Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    www.globalnewstvindonesia.com // Kendawangan // Pernikahan MHR, putri dari Syahberan alias Bading dan Asterna, yang berlangsung pada 6 April 2024, telah menciptakan kegemparan di kalangan masyarakat Ketapang, Kalimantan Barat. Pernikahan tersebut digelar dengan resepsi di kediaman calon suami, YK, yang berlokasi di Jalan Rahadi Usman, RT 011/RW 006, Desa Sungai Bakau, Kecamatan Matan Hilir Selatan. Namun, di balik kebahagiaan acara tersebut, muncul persoalan serius terkait peran serta wali nasab yang menimbulkan ketegangan dalam keluarga besar mereka.


    Syahberan alias Bading, sebagai ayah dari MHR, menyatakan ketidakpuasannya karena dirinya tidak dilibatkan dalam prosesi pernikahan sebagai wali nasab atau wali sah bagi putrinya. Padahal, Bading sebelumnya telah membantu mempersiapkan segala keperluan acara, termasuk mengurus administrasi pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kendawangan. Bahkan, ia sempat mempersiapkan konsumsi untuk resepsi yang rencananya akan diadakan di rumahnya di Desa Kendawangan Kiri. Namun, ia merasa sangat terluka dan kecewa ketika mengetahui pernikahan tersebut tetap dilaksanakan tanpa kehadiran dirinya sebagai wali nasab.


    Bading merasa ada tindakan yang disengaja untuk mengabaikan hak-haknya sebagai ayah dan wali sah. Ia menduga bahwa dalam proses lamaran atau pinang meminang, pihak YK tidak melibatkan dirinya sebagai wali nasab, yang seharusnya diikutsertakan dalam tahapan tersebut. Ia semakin merasa diabaikan ketika mengetahui pernikahan tersebut tetap berlangsung tanpa partisipasinya, baik dalam pemberian izin maupun dalam peran sebagai wali nasab.


    Bading pun menegaskan bahwa tindakannya ini bukan hanya masalah pribadi, tetapi juga masalah hak hukum dan agama. Menurutnya, hukum pernikahan yang berlaku di Indonesia dan ketentuan agama Islam mengharuskan seorang wanita untuk memiliki wali nasab yang sah dalam prosesi pernikahannya. Oleh karena itu, Bading merasa bahwa keputusan untuk mengabaikan haknya berpotensi melanggar aturan hukum yang ada. Ia juga merasa bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berusaha memanipulasi proses pernikahan ini untuk membelakangi hak-haknya sebagai orang tua, khususnya dalam hal kewajiban memberikan izin dan menjadi wali dalam pernikahan putrinya.


    Meski pernikahan tersebut sudah dilaksanakan, Bading masih mempertanyakan keabsahan pernikahan MHR dan YK secara hukum agama dan negara. Ia pun berencana untuk membawa permasalahan ini ke ranah hukum guna memastikan bahwa pernikahan tersebut sah dan tidak ada pelanggaran terhadap hak-haknya sebagai wali sah. Bading menegaskan bahwa ini adalah soal keadilan dan martabat sebagai orang tua yang seharusnya dihormati, bukan hanya soal pernikahan putrinya semata.


    Di sisi lain, Abdullah Sani, Kepala KUA Kecamatan Kendawangan yang mengurus permohonan pernikahan MHR, mengungkapkan bahwa meskipun permohonan untuk menikah telah diajukan, prosesnya belum tercatat resmi di KUA. Bahkan, bukti pendaftaran pernikahan belum dicetak. Abdullah menyarankan agar pernikahan ini dilakukan kembali agar sah menurut hukum agama dan negara. Ia menegaskan bahwa karena orang tua MHR masih memiliki itikad baik dan kemampuan untuk menjadi wali, pernikahan ini seharusnya ditinjau kembali dan dilakukan ulang, karena tidak ada alasan yang menggugurkan hak perwalian Syahberan sebagai wali nasab.


    Sementara itu, Syarif Imran, Kepala KUA Kecamatan Matan Hilir Selatan, yang wilayahnya menjadi tempat dilaksanakannya pernikahan MHR dan YK, juga memberikan pernyataan serupa. Ia mengonfirmasi bahwa pihak KUA tidak terlibat dalam prosesi pernikahan tersebut. Ia menyatakan kemungkinan besar pernikahan ini dilakukan secara siri, mengingat belum ada catatan resmi mengenai pernikahan tersebut di KUA Matan Hilir Selatan. Menurutnya, pernikahan tanpa melibatkan wali nasab yang sah, terutama jika wali nasab tersebut masih ada dan sanggup untuk mewalikan, dapat dianggap batal menurut hukum agama dan negara.


    Dengan pernyataan dari kedua pihak KUA ini, timbul keraguan tentang keabsahan pernikahan MHR dan YK. Publik kini mempertanyakan apakah pernikahan tersebut sah secara hukum, baik menurut hukum agama maupun hukum negara, mengingat ketidakhadiran Bading sebagai wali nasab dalam proses tersebut. Bading sendiri telah menegaskan bahwa ia akan membawa masalah ini ke jalur hukum guna memastikan haknya dihormati dan agar pernikahan tersebut bisa dinyatakan sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


    Dalam konteks ini, kasus ini menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hak-hak wali nasab dalam pernikahan, baik dari segi hukum agama maupun hukum negara, serta perlunya transparansi dan keadilan dalam setiap proses pernikahan.


    Tim Media

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini