GNTV INDONESIA, KETAPANG || Dua periode kepemimpinan Martin Rantan sebagai Bupati Ketapang menyisakan catatan kelam dalam pembangunan daerah. Alih-alih menciptakan kemajuan berkelanjutan, berbagai proyek strategis justru terbengkalai, bermasalah secara pelaksanaan, dan dituding sarat kepentingan sempit. Realisasi anggaran triliunan rupiah ternyata tak sebanding dengan manfaat yang dirasakan publik.
Salah satu proyek yang menjadi sorotan tajam adalah Food Estate di Teluk Keluang, Kecamatan Matan Hilir Selatan. Dicanangkan sebagai motor ketahanan pangan dan penggerak ekonomi lokal, proyek ini malah menjadi simbol kegagalan. Investigasi media ini menemukan sedikitnya tiga proyek terkait yang menyedot hampir Rp4 miliar dari APBD tanpa dampak signifikan:
1. Gertak Teluk Keluang (Dusun Panca Karya, Desa Pesaguan Kanan) – Rp377.240.000 (CV Kevin Restu)
2. Rumah Sederhana Sehat (RSS) Perendaman (Dusun Pematang Putus, Desa Pematang Gadung) – Rp1.271.173.000
3. RSS Teluk Keluang (Dusun Panca Karya, Desa Pesaguan Kanan) – Rp2.381.968.000
Tak satu pun dari proyek ini berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagian bangunan dibiarkan terbengkalai, sebagian lagi tidak pernah dimanfaatkan.
Proyek Jalan Pelang–Kepuluk–Batu Tajam juga tak luput dari sorotan. Dijuluki warga sebagai "proyek abadi", pembangunan jalan ini berlangsung lebih dari satu dekade tanpa penyelesaian. Padahal, anggaran yang digelontorkan mencapai ratusan miliar, termasuk Rp57 miliar dari APBD 2024. Namun hingga kini, kondisi jalan tetap memprihatinkan dan menyulitkan akses warga.
Kondisi serupa terjadi pada pembangunan Ruang Bersalin RSUD Ketapang yang menelan biaya Rp21,9 miliar, namun hingga kini belum difungsikan. Proyek dinilai lemah dalam perencanaan dan tidak sesuai standar layanan kesehatan.
Nasib lebih tragis menimpa RS Pratama Sandai. Dengan anggaran Rp25 miliar, bangunan rumah sakit ini kini terlantar, ditumbuhi semak belukar, dan tidak difungsikan sama sekali. Padahal, RS ini diharapkan menjadi pusat layanan kesehatan masyarakat di wilayah utara Ketapang.
Selain itu, proyek-proyek lain seperti Jembatan Pawan 6, pembangunan saluran irigasi, dan gedung-gedung proyek PL juga bermasalah. Sejumlah kontraktor mengaku belum dibayar, dan proyek diduga dikendalikan oleh segelintir pihak dengan keterlibatan oknum pejabat. Lemahnya sistem pengawasan membuka celah besar bagi dugaan penyimpangan anggaran.
Rustam Halim, pemerhati kebijakan publik Ketapang, menilai situasi ini sudah masuk kategori darurat tata kelola.
Sudah saatnya aparat penegak hukum turun tangan. Jika ada indikasi korupsi, maka harus diproses sesuai hukum. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk,” tegasnya.
Rustam mendesak Pemkab Ketapang untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap proyek-proyek mangkrak dan tidak dimanfaatkan. Ia menyoroti dua kemungkinan utama: proyek yang memang tidak selesai karena kendala teknis atau anggaran, serta proyek yang sudah selesai namun tidak dimanfaatkan, yang sama-sama merugikan keuangan negara.
Ia juga menegaskan perlunya pertanggungjawaban dari OPD terkait serta penguatan fungsi pengawasan oleh DPRD Ketapang.
Potensi kerugian keuangan negara harus menjadi perhatian utama. Proyek mangkrak bukan hanya soal pemborosan, tapi juga bisa jadi pintu masuk korupsi,” pungkasnya.
Jurnalis : Gusti irfan