www.globalnewstvindonesia.com // Sambas // Kalimantan Barat // Satire Ilmiah : Dalam skema kebijakan ekonomi dan sosial yang seharusnya berjalan pada prinsip **bonum commune** (kesejahteraan bersama), tampaknya ada paradoks besar dalam tata kelola energi nasional. Menteri satu berbicara seolah-olah stok gas LPG 3 kg berlimpah, sementara menteri lainnya justru terkejut dengan lonjakan harga di lapangan. **Quis custodiet ipsos custodes?** (Siapa yang mengawasi para penguasa itu sendiri?)
1. Pertamina Patra Niaga dan Tupoksi yang Samar**
Sebagai bagian dari BUMN yang memegang mandat utama distribusi energi, PT Pertamina Patra Niaga seharusnya bertindak dalam koridor **lex specialis** berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, serta regulasi energi lainnya seperti UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. **Namun, apakah tupoksi ini dijalankan sebagaimana mestinya, atau justru menjadi panggung bagi praktik oligopoli terselubung?**
Dugaan maladministrasi dalam distribusi gas subsidi bukan sekadar opini, melainkan problem struktural yang dapat dikategorikan sebagai **abuse of power** (penyalahgunaan wewenang), yang berimplikasi pada **malfeasance in public office**. Apakah ada **mala fide** (itikad buruk) dalam pengelolaan subsidi energi ini? Jika benar demikian, maka bukan hanya **culpa in vigilando** (kelalaian dalam pengawasan) yang terjadi, tetapi juga indikasi **dolus malus** (kesengajaan dengan niat jahat).
2. Peran Negara: Antara Absurd dan Oportunis.
Konstitusi sudah tegas. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa **"Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."** Tapi faktanya, rakyat justru dipaksa beradaptasi dengan ketidakpastian, harga yang fluktuatif, dan kebijakan yang seolah dibuat di menara gading, jauh dari realitas di lapangan.
Ketika rakyat menjerit akibat kenaikan harga, jawaban yang diberikan hanya, **"Bersabar dan berdoa."** Apakah ini bentuk dari **res publica delenda est** (negara dibiarkan hancur)? Dalam hukum administrasi negara, **negligence** (kelalaian) dalam mengatur sektor vital yang menyangkut hajat hidup rakyat dapat dikategorikan sebagai **gross misconduct** (pelanggaran berat).
3. Kritik Tajam dari Ketua Lembaga "Laskar Anti Korupsi Sawerigading Republik Indonesia (LAKSRI) Kalbar, Revie Achary SJ"
Revie Achary SJ menegaskan dengan keras:
"Kita tidak bisa membiarkan situasi ini terus berlanjut. Negara memiliki **obligatio naturalis** (kewajiban moral) untuk melindungi rakyatnya. Jangan sampai kepentingan ekonomi rakyat kecil dipermainkan demi kepentingan oligarki dan kelompok tertentu. Jika memang ada indikasi permainan harga dan distribusi yang tidak wajar, ini harus diusut tuntas. Jangan sampai slogan 'gas subsidi untuk rakyat' hanya menjadi jargon kosong yang menutupi praktik korupsi sistemik di tubuh Pertamina Patra Niaga!"*
Sebagai penutup, kita perlu bertanya: **Apakah negara benar-benar hadir untuk rakyat, atau justru sekadar menjadi regulator untuk para pemodal?** Jika keadilan sosial hanya menjadi retorika dan subsidi hanya menjadi instrumen politik, maka negeri ini sedang mengalami **simulacrum** (realitas palsu) yang dikemas dalam ilusi kesejahteraan.
Bahasa yang sering Revie Sampai
"Fiat justitia ruat caelum"
(Keadilan harus ditegakkan, meskipun langit runtuh.)
Tim